Beberapa bulan yang lalu keluarga kami bepergian melihat kondisi alam merapi pasca erupsi, dan ternyata bukan cerita perjalanan disana yang terlihat menarik bagi saya, tapi ada satu hal lain yang menggelitik, membuat saya cukup terkejut dan ada secuil rasa bangga yang membuncah.
Ceritanya waktu itu kami sedang berziarah ke makam mbah Marijan, ketika sampai disana, nampaklah dua anak kecil yang berjualan foto dan buku di depan area makam yang luasnya tak seberapa tersebut, nah setelah mendekat kemudian pertanyaan iseng terlontar dari mulut saya kepada anak itu yang kurang lebih berbunyi seperti ini
"Kowe iki Slemania, Paserbumi opo Brajamusti?"
disitu tampak tiga pilihan suporter saya tawarkan padanya karena jelas khawasan merapi tentu lebih erat kaitannya dengan wilayah jogja daripada solo. Namun ternyata keren binti wonderpul tatkala secara tak terduga si anak kecil tadi malah memilih jawaban lain dari 3 kelompok suporter yang saya tawarkan tadi.
"Pasoepati no"
jawab dia dengan mantap yang bila dalam bahasa jawa "no" itu merupakan kata imbuhan yang berarti memberi tekanan pada kata sebelumnya. Jawaban dari anak kecil yang saya yakin bukan karena sebelumnya ia tahu kami dari Solo, karena saat itu parkir mobil cukup jauh dari pemakaman dan tak ada atribut Pasoepati yang menempel. Aha Pasoepati, begitu beruntung sekali kau ini punya peminat yang sangat luas.
Moral ceritanya sebenarnya klasik saja.. Jika anak kecil merapi saja dengan bangga mengatakan Pasoepati sebagai jati dirinya... bagaimana dengan orang Solo asli yang ngakunya Pasoepati tapi masih sering pakai atribut suporter lain saat di manahan.. nah lo... kalau orang luar Solo aja bangga kenapa kita tidak....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salurkan Cemoohan Anda