Minggu, 27 Juli 2014

Aku Tak Merasakan Makna


"......bukan karena aku dewasa, tapi memang jaman yang sudah berubah, suatu saat nanti, moment malam idul fitri bisa jadi sudah hilang, lenyap, orang sibuk akan dunia dan tekhnologi, mungkin jalanan akan penuh, mall akan penuh, tempat-tempat hiburan yang akan penuh, tak ada yang peduli dengan masjid, tak ada yang mau menyentuh mic untuk bertakbir, hanya suara dari kaset atau cd yang diputar, orang sibuk memanjakan diri dengan hal yang tidak ada hubungan dengan moment idul fitri, terserah mereka saja, kalau memang jaman sudah berubah mau diapain lagi, aku rindu suasana idul fitri seperti dulu, ah iya bulan puasa juga sudah berubah demikian rupa, lihatlah satu bulan itu berlalu seperti orang kencing saja, cepat, tak ada kesan, karena esensi sudah terabaikan, tersaingi, dengan bermacam hal dan tekhnologi, ya sudah terserah, ini malam idul fitri, besok hari raya lebaran, tapi hey.. aku tak merasakan apa-apa, aku tak merasakan makna."

Dikutip dari diary Catatan Akhir Ramadhan.


Rabu, 16 Juli 2014

UNSERE KLASSENFAHRT NACH JOGJAKARTA


1. Die Öffnung

Letzten Samstag am 3 Februar 2007, wir hatten eine Aktivität. Wir hatten eine Klassenfahrt nach Jogjakarta. Circa um 6.30 Uhr wir waren in der Schule. Unser Schulleiter Drs. H.M Thoyibun SH. M.M. öffnete die Aktivität. Und dann haben wir zusammen gebetet. Circa um 7.00 Uhr wir begannen die Klassenfahrt. Wir gingen mit zwei büsen dort. Zuerst ist Bus für XII Sprache 1 und zweiter Bus für XII Sprache 2 ist. Wir waren im ersten Bus mit anderen Freunden und unseren Lehrern. Sie sind Herr Kosim, unser Deutsch Lehrer, Herr Wuryanto unser Geschichte Lehrer und Herr Agus ist auch unser Deutsch Lehrer. Wir sind in eine Gruppe, das Mitgleider unserer Gruppe sind Lukas, Niko und Trang. Trang brachte seine Digitale Kamera. Im Bus hatten wir viel Spaß. Lukas saß neben Trang und Niko saß neben dem anderen Freund, Yanuar. Wir waren sehr fröhlich. Wir sangen Lieder, horten Musik zu und spielten Gittare.

(lukas und trang qolik)

(meda, arumi und trang)

2. Erstes Reiseziel, Jogjakarta Palast

Unterwegs nach unser erste Resiseziel, Jogjakarta Palast, eine Person unserer Gruppe Niko, war krank. er hat kopfweh. Aber er war gut als wir in Jogjakarta ankamen. So circa um 9.00 Uhr wir haben in Jogyakarta Palast angekommen. Jogjakarta Palast ist gut, der Platz ist breit und sauber. Dort konnten wir die Kultur von Jogjakarta sehen, wie traditionelle Kunst, Malerei, altes Erbe, und Geschichte über den Jogjakarta Palast. Und machten wir auch Foto mit Freunden und unseren Lehrern. Leider sahen wir nicht so viele Touristen dort. Vielleicht war es noch morgen als wir in Jogjakarta Palast waren. Dann sind wir nach den Bus zurückgegangen, und wir gingen unsere Reise weiter. Unser zweite Reiseziel war Borobudur Tempel, es liegt in Magelang. 






3. Zweites Reiseziel, Borobudur Tempel

Der zweite Reiseziel war Borobudur Tempel. Borobudur ist der größte und der schönste Tempel in der Welt. Bevor wir dort gingen, aßen wir zu Mittag in einem Restaurant zusammen. Dort irgendein Schüler einige Fotos machten. Und dann beteten wir zusammen mit unseren Lehrern, danach gingen wir die Reise zum Borobudur Tempel weiter. Wir kamen an Borobudur um 2.00 Nachmittags an. Zum glück! Das Wetter war nicht so heiß. Dort machten wir irgendein Foto von uns. Und wir mußten zahlen, um das Bild im Gegend des Tempels erlaubt zu machen. Aber es ist nicht teuer, wir müssen nur Rp 1000,00 zahlen, für die Kamera. Dort konnten wir so viel Touristen treffen und konnten unser Englisch üben. Leider sahen wir keinen Deutschen dort. Enttäuschte, aber das macht nichts. Wir hatten ein Gespräch mit jeden Touristen.


So er ist Herr William, er kommt aus Holland, Norden Holland
Er liebt Indonesien weil seine Frau hier wohnt.
Er sagte, daß indonesische Kultur gut ist, und die Studenten sind sehr nett.
Er machte nicht ängstlich mit dem Terroristen in Indonesien.
So möchte er nach Bali gehen, nachdem er Jogjakarta besichtigte.
Er wird in Indonesien für über 22 Tage bleiben,
und dann wird er nach Holland zurückfahren.



Und er ist Herr Aath, Bruder von Herr William,
Er hat Flores besucht und er will nach Bali fahren.
Er sagt Borobudur ist interresant, die Landschaft ist schön,
und die Leute sind sehr nett.


Und die Landschaft von Borobudur Tempel ist auch so schön. Aber wir hatten Pech, es gab Regen, und wir musten zum Bus bald zurückgehen. Es war lustig, weil wir nicht finden konnten, wo das parkend Gebiet für den Bus ist. Und dann beteten wir in einer Moschee zusammen. nach dem liefen wir in den Regen, und schließlich konnten wir finden wo ist das parkend Gebiet für den Bus.







3. Drittes Reiseziel, Malioboro

Der letzte Reiseziel natürlich Malioboro, wir gingen nach Jojakarta zurück, es war noch Regen. Das Regen war nicht zu ende, aber nicht so stark. So gingen wir die Malioboro Straße entlang. Zwei Personen in unserer Gruppe (Lukas und Niko) gingen mit Herr Wuryanto, er ist unser Geschichte Lehrer. Sogar kauften wir nichts, außer Lukas nur kaufte eine Halskette, es war angenehm. Herr Wuryanto erzählte uns von der Geschichte vom Markt und den anderen Gebäuden. Und dann beteten wir zusammen.


4. Nach Solo zurückgegangen

Circa um 7.00 Abend, sind wir nach Solo zurückgegangen. Wir aßen zu Abend in einem Restaurant wieder. Grafika Restaurant. Und dann gingen wir weiter, nach Solo zurück. Unterwegs wir hatten eine gute Zeit, Zusammengehörigkeit, die wir im Bus tanzen, sangen Lieder mit Herr Kosim. Wir sangen so laut und so viel Spaß.
Ja, es war sehr guter Moment .

Wir kamen in Solo um 9.30 Abend an. Wir sind sehr sehr müde, aber das macht nichts. Wir hatten eine gute Zeit mit Freunden und Lehrern. Und bekamen wir so viele Erfahrungen auch.

Danke für alles. Es war eine gute Klassenfahrt, wunderbarer Moment, und wir können es nicht vergessen.



Senin, 07 Juli 2014

Garuda Didadaku, Mencintai Indonesia Lewat Sepakbola.


Kebanggaan akan negara kita tercinta bisa dicerminkan dari berbagai hal. Diantaranya dari keindahan tanah air yang menjadi objek pariwisata, dari aneka ragam dan keunikan budaya dan masyarakatnya, tokoh-tokoh yang tersohor dan telah dikenal dunia, dan bagi saya, saya masih menyimpan harapan besar Indonesia bisa menjadi kebanggaan lewat olahraga sepakbola. Ya sepakbola!

Olahraga paling populer sejagat raya dan menarik perhatian kaum adam maupun hawa. Sepakbola menyatukan umat manusia, dari berbagai suku, agama, ras apapun bisa saling bahagia dan tertawa bersama, dari kalangan elit sampai rakyat jelata bisa berkumpul jadi satu membaur dalam suasana., berandai-andai bahwa timnas kita akan segera angkat piala, atau sejenak membayangkan sang Garuda dengan gagah melakoni partai piala dunia.

Namun kenyataanya jalan menuju kesana ternyata sungguh tidaklah mudah, orang selalu berkata sepakbola kita payah, timnas kita selalu kalah, sepakbola olahraga minim prestasi, dan masyarakat banyak yang sudah terlanjur pesimis dan bahkan antipati.

Olahraga ini selalu dalam tekanan, dengan harapan yang besar dan berita di media yang sungguh memprihatinkan, Petinggi organisasi rusuh suporter saling bunuh, sepakbola Indonesia seperti berada di titik nadir. Seperti berada di tepi jurang yang tinggal didorong sedikit langsung meluncur menuju titik akhir. Pernah sepakbola Indonesia koma terancam mati, sudah prestasi tak ada, malah sangsi FIFA menanti.

Diantara kekosongan, dan duka konflik berkepanjangan kemudian titik balik itu entah datangnya dari mana,.

Ialah Timnas U19, yang juga dijuluki sebagai Garuda Jaya datang membawa arti. Anak asuh Indra Sjafri sedang menata diri untuk membawa Indonesia menjadi sebuah kebanggaan melalui sepakbola yang sarat prestasi.

Juara piala AFF U19 di akhir tahun lalu menjadi awal kebangkitan anak negeri, kemudian disusul lolos piala Asia yang akan dihelat tahun ini. Dan jika bisa masuk 4 besar mereka akan otomatis lolos menjadi peserta piala dunia usia dibawah 20. Sungguh membanggakan, luar biasa sepakbola Indonesia mulai menunjukkan jalan menuju perbaikan.

Tapi bukankah jalan menuju kesana akan dipenuhi tanjakan berbatu? Tentu!

Dari luar dan dalam timnas kemungkinan akan didera berbagai cobaan. Diantaranya:

1. Godaan dari pihak-pihak yang bergerak di luar lingkup olahraga yang sengaja ingin intervensi,
2. Bisa juga dari punggawa timnas yang terlalu cepat berpuas diri,
3. Dan yang penting bagi suporter yang selalu menekan dan berharap terlalu tinggi pun bisa menjadi beban tersendiri.

Memang tidak mudah namun biar bagaimanapun layar sudah terlanjur mengembang, pantang kembali ke daratan sebelum lautan tertakhlukan. Butuh kerjasama dan pengertian dari berbagai pihak untuk mewujudkan Timnas Indonesia yang mampu mengukir prestasi lebih tinggi lagi.

Tahun ini tahun sepakbola, di setiap kejuaraan dimana Timnas Indonesia akan berlaga, kita semua wajib ikut berpartisipasi mendukungnya.

Ya, meski saya mungkin hanya salah satu titik kecil diantara para suporter, yang hanya bisa berdiri, hanya bisa bernyanyi atau mengucap doa dalam hati, namun semangat ini semoga selalu menyertai mereka para punggawa yang bertempur di lapangan dengan hati.

Karena sejatinya saya yakin dimanapun kita berada, entah berdiri di tribun, entah berlari di lapangan atau dimanapun, sebenarnya kita sedang memerankan peran masing-masing. Saya dan mereka sedang melakukan hal yang sama, berjuang atas nama dan kebanggaan bangsa Indonesia.

Garuda Jaya Prestasi bukanlah mimpi! Saya Cinta Timnas Indonesia, saya bangga menjadi bagian dari kebanggaan bangsa Indonesia melalui sepakbola. Garuda Didadaku!