Senin, 09 September 2013

#celotehdiet #2 : Mencari Alternatif Timbangan


Saya diet, tapi ndak punya timbangan. Awalnya saya bingung bagaimana bisa tahu berat saya udah turun berapa? Hey saya tidak punya timbangan, dan saya belum punya niat untuk beli. Tapi dari situlah kemudian saya menemukan benda-benda alternatif pengukur berat badan apakah sudah cukup berkurang.. berikut diantaranya.


1. Cermin
Cermin atau kaca ada dimana-mana, mereka ada yang jujur, ada yang lebay. Cermin di lemari pakaian yang bening itu jujur, kalau gedhe ya akan keliatan gedhe, kalau langsingan ya keliatan langsingan, nah cermin yang agak bohong adalah cermin atau kaca jendela kamar, karena warnanya gelap, sebagian tubuh akan tercover cahaya, jadi tubuh akan kelihatan langsing drastis padahal sih nggak juga. Cermin yang lebay itu kaca mobil ayah saya, ketika ngaca disana, saya akan kelihatan besar dan cebol. Oh God!

2. Meteran
Gunakan meteran baju, biasanya kaum ibu-ibu punya benda seperti ini, kaum bapak juga punya, tapi meteran bangunan, itu lebih cocok digunakan mengukur tinggi badan daripada lingkar pinggang, Saya tidak tahu konversi 1 cm itu sama dengan berapa kg, tapi saya lega dulu diameter 115 cm (amit-amit) sekarang berkisar 107-an (masih amit-amit), udahlah yang penting susut.

3. Pakaian
Ini metode yang mudah, ketika kancing celana seakan mau copot, dan udel terekspose kemana-mana bagai film idia, itu tandanya pakaian dan baju sudah tidak bisa sejalan seirama dengan badan kita. Begitupun sebaliknya, ketika bongkaran baju lama sekarang kembali ngepas sama badan, tandanya diet telah menampakkan hasilnya. Cihuuy.

4. Mulut Orang
Kalau yang ini tergantung sih dengan siapa kita bergaul, nah sialnya teman-teman saya itu kebanyakan hipokrit, mereka cenderung suka mencela daripada memuji. Ketika badan saya gedhe, baru ngumpul 15 menit ada-ada saja berbagai perumpamaan dari isi kebun binatang sampai jenis kendaraan. Giliran badan saya langsingan, pada susah banget ngakuinya. Seet daah bocaah.

5. Kotbah Jum'at
Yang terakhir ini bukan benda, tapi peristiwa. bukan jadi rahasia, kotbah jum'at itu lama, dan akan menyiksa bagi mereka yang sedang berbadan dua (gemuk), kaki mereka tidak didesain untuk dilipat-lipat man, Saya dulu mengalaminya, 20 menit bersila itu udah ibarat setengah hari gowes sepeda, pegeel man, dari kaki, tangan, perut keram semua. Nah kalau sekarang saya bisa tahan dengerin kotbah tanpa banyak kesemutan, itu tandanya berat badan sudah turun secara signifikan. Alhamdulillah.


Itulah beberapa hal disekitar yang bisa digunakan mengukur berat badan tanpa timbangan, simple kaan.. bagaimana dengan saudara dunia maya, punya pengalaman serupa?


Kamis, 05 September 2013

Don't Mess With the Wartong Staff


Punya warung itu enak, selain dagangan bisa dikonsumsi sendiri dengan harga yang lebih murah dan akses yang mudah, dalam satu hal warung bisa digunakan sebagai sarana untuk mengetahui pribadi sesorang, terutama para saudara dekat yang siapa lagi kalau bukan tetangga.

Setidaknya itulah yang saya alami ketika lama berkecimpung menjadi staff wartong (warung kelontong) di keluarga saya sendiri semenjak masih balita.. masih balita!!

Oke kepribadian-kepribadian tersebut adalah:

1. Tata Bicara
Ada pelanggan yang ramah dan sopan, ada yang resek dan sengak kalau kata pakde, ada yang masa bodoh dan bertipe pay and rush, ada juga yang super ramah hingga mengucapkan "matur suwun" berkali-kali sebelum benar-benar undur diri (yang ini ramah tapi njengkelin)

2. Daya Bayar
Dimana ada penjual disitu ada pelanggan, celakanya disitu pula biasanya ada pengutang. Nah kalau masalah yang satu ini keluarga kami udah kebal kayaknya. Jaman dulu sih kami punya buku khusus untuk mencatat segala macam "perbuatan dosa" para manusia tersebut, namun seiring berjalannya waktu kami capek sendiri, atau frustasi lebih tepatnya. La piye jal gali lubang tutup lubangnya bang Roma itu terbukti jitu loh, dan tambahan para pelanggan banyak yang menerapkan taktik 4-4-2 alias ngutang 4 lalu kemudian hari bayar 4 tapi sambil ngutang lagi 2!

3. Oportunis
Sebenarnya saya tidak tahu apa bahasa tepatnya, tapi karena saya suka sepakbola saya sebut saja oportunis, yaitu orang-orang yang memanfaatkan kesempatan di mulut gawang secara selfish dan membabi buta. Dan dalam kasus perwarungan mereka adalah kaum yang kalau dapat kembalian lebih akan diam seribu bahasa, tapi kalau kurang udah sampai rumah pun mereka rela kembali lagi dan menagih duit kembalian. Dalam kasus ini jangan kaget bila tetangga sebelah kita bisa jadi ternyata begitu mengerikan, saya suka mencoba taktik memberi kembalian secara kurang dan secara lebih untuk memancing keoportunisan mereka, dan yah.. beberapa masih memilih sang malaikat putih bercahaya, tak jarang pula setan merah yang dominan merasuk otaknya.

4. Loyalty
Memiliki pelanggan yang loyal itu bentuk karunia dari Tuhan, dan saya yakin para pelanggan telah menentukan pilihan masing-masing mau membelanjakan uang dimana. Warung kami punya pelanggan yang loyal, ada pula yang disloyal, tapi itu tidak menjadi masalah, karena saya pikir, itu cuma masalah selera dan mood saja... #tsaaahh..


Begitulah analisis kepribadian tetangga yang saya dapat dari hasil penelitian bertahun-tahun melalui warung sederhana keluarga kami. Bukannya mau nge-judge secara keseluruhan, tapi setidaknya saya tahulah sifat-sifat bermasyarakat mereka, mana yang tergolong licin, yang oportunis, atau yang berhati mulia.. jadi please deh tetangga.. don't mess with the wartong staff.. waspadalah.. waspadalah!!