Jumat, 30 Agustus 2013

Wahai Kau Burung Dalam Sangkar, Sungguh Nasibmu Malang Benar



Burung dalam sangkar begitu nampak berarti bagi Mas Karyo yang diperankan Basuki dalam sinetron si Doel, Bagas, Arip dan Triyoko tetangga rumah, pun juga Ayah saya beberapa waktu lalu. Ya, beberapa waktu lalu sebelum peristiwa naas menimpa makhluk Tuhan (paling?) berisik tersebut, hingga Alhamdulillah sampai saat ini keberadaan mereka lenyap nyap dari muka rumah kami.

Ah, sebenarnya kisah ini hanya akan menguak luka lama saya selaku tersangka, namun saya akan ceritakan, semoga ada pelajaran yang terpetik disana.

Jadi begini..

Alkisah pada dahulu kala, rumah saya dipenuhi berbagai kandang mungil lengkap dengan berbagai macam makhluk berbulu sebagai penghuninya. Situasinya hiruk pikuk, terutama pada pagi hari suasana bakal mirip mahasiswa yang berebut mandi di kos-kosan. Begitulah akibat ritual ayah saya dengan berbagai macam burungnya yang berebut ingin dikasih makan, minum, dan dibersihkan kotoran kandangnya duluan. Sungguh berisik di telinga.

Jangan ditanya jenis burungnya apa aja, sebab saya nggak tahu dan nggak pernah mau tahu, tapi yang pasti nggak gitu terkenal dan cuma bisa berbunyi "citcitcuit.. citcitcuit" "Ceeerr...ceeerrr" "kraaakk..kraakk.." dan sejenisnya, pokoknya ndak ada yang easy listening, melodinya ancur kalah sama erangan dan rintihan tikus clurut yang menghuni atap kamar saya.

"Rise up this morning, smiled with the rising sun, three little birds, pitch by my door step, singing sweet songs.. of melodies pure and true, saying, this is my message to you uu.."

Jiaahh.. sangking kacaunya, lagu Bob Marley pun bakal terdengar nggak asik disenandungkan seabis mandi pagi kalo ingat yang meranin "3 little birdsnya" burung-burung peliharaan ayah saya.

Kebayang kan betapa kemudian burung-burung tersebut jadi public enemy bagi kami sekeluarga, kecuali ayah saya tentunya. Dan dibelakang Ayah, kami satu persatu melakukan testimoni kebencian terhadap grup burung manja tapi nggak ada manis-manisnya tersebut.

*****

Singkat ceita,
Tuntutan pekerjaan yang membuat Ayah saya merantau ke luar kota selama seminggu, membuat tugas "zoo keeper" diserahkan kepada saya. Ngasih makan, minum dan membersihkan kotoran adalah rutinitas yang waktu itu harus saya jalankan, awalnya sih berlangsung aman, meski ndak sepenuh ati juga sih nglakuinnya :p

Hingga pada satu hari,,,

Awaydays tiba!! Saya nonton bola ke Semarang berangkat dari Solo pukul 9 pagi, dan pulang jam setengah 9 malam. Tim pujaan saya kalah, dan naasnya sampai rumah Adik saya alih-alih memberi motivasi "Tetap cemunguud Kaka!!" dia malah nyelutuk "La iki len wonge teko.."

Saya yang kelelahan dan masih dalam keadaan motorlag, tak mengindahkan seruan tersebut.

"Kin, manuk'e mati.." kata Ibu saya kemudian,

"Huh?" kata saya masih nggak ngerti,

"Manuk'e sing ning dhuwur mati siji, mau lali mbok pakani mesti?" Kata Ibu saya setengah menuduh, tapi memang bener sih tuduhannya.

Serentak ingatan saya kembali ke pagi itu, dimana saya antusias sekali ingin nonton bola sampai lupa merawat burung peliharaan tersebut. Si burung mati.. diduga karena doi dehidrasi, rasa bersalah saya terbayang saat itu, semakin nyesek saat saya membayangkan betapa tersiksanya doi sebelum mati, siang itu memang panas sekali, saya perjalanan ke Semarang aja habis berliter-liter minuman dan doi di kandangnya, menanti setetes air yang tak kunjung tiba, dari tangan majikan lalai dan zalim macam saya, hingga doi meregang nyawa.. oh...



Rest In Piece Little Fellow

Astagfirullah.. sungguh aku tak bermaksud begitu, kumohon engkau tahu itu, burung suaramu memang tak special bagiku, tapi kau lucu, terkenang saat kayu lidi yang kujulurkan kau gigit-gigit erat dengan paruhmu, bodoh sekali..tapi lucu, aku sungguh terhibur kala itu, satu gambarmu-pun sempat terbidik kameraku, kau nampak gagah meski berubah ilfil kalo dengar kicauanmu, tapi kini yang tersisa cuma pilu, teman-temanmu yang selamat semua pergi dari rumahku, kini mereka diasuh mas Kibi yang lebih tahu, lebih perhatian dan punya ilmu perburungan ini dan itu, burung maafkan aku, kuharap kau kini bisa terbang bebas dengan sayapmu, finally free disana, di taman surga, disisi Rab yang menciptakanmu. Selamat jalan..

*Dan semoga nggak ada lagi generasi penerusmu di rumahku. Aamiiiin. :D








7 komentar:

  1. Saya juga dulu punya banyak burung mas. sayangnya pada mati karena kurang diopeni oleh pembantu.
    Semoga berjaya dalam GA
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyalah pakde, sama seperti saya itu, ayah saya pemilik, dan saya pembantu yg disuruh ngerawat, karena ndak antusias ya mati deh tu burung. btw burungnya ada yang tersisa kah pakde?

      Hapus
  2. Wah burung dalam sangkar yang malang. sukses terus dalam GA nya kakak.

    Salam dari tasikmalaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimaksih kembali ridhok, ivankak, abdeek, bimbimk, salam juga dari kota bengawan.

      Hapus
  3. kelalaian dan kepercayaan memang selalu bersanding hehe
    Bapak marah ga mas?
    hehe
    Makasih ya sudah ikutan GA, ditunggu pengumuman pemenangnya yaa..

    BalasHapus
  4. bapak saya ndak pernah marah kalau masalah besar seperti ini, entahlah... saya juga ndak tahu mengapa, kenapa, kenapa, kok nggak rr..rr.. ndak usah nunggu siapa pemenangnya, saya sudah terbiasa kalah.. (bercandaaaa..) terimaksih.

    BalasHapus
  5. Salam Mas :)
    Sekali lagi terima kasih sudah berkenan meramaikan GA pertamaku ya...
    Pemenangnya sudah diumumkan :)

    BalasHapus

Salurkan Cemoohan Anda