Dicaci dan dipuja, itulah Arsene Wenger, pelatih "abadi" the gunner Arsenal, Dicaci karena si opa memang tak seproduktif masa "muda" ketika mampu hadirkan trofi demi trofi ke rak lemari meriam London, tapi nihil gelar beberapa tahun belakangan. Dipuja karena keahliannya memadukan pemain "ingusan" "pas-pasan" dan "murahan" namun selalu saja mampu bersaing di papan atas liga yang katanya terbaik dan terketat di dunia sekelas premiership dan bahkan beberapa kali mereka nyaris bisa merengkuh gelar juara dengan peluru-peluru muda tersebut.
Arsene Wenger pria Perancis yang entah mengapa namanya bisa mirip dengan klub yang diasuhnya, musim ini ia kembali mengalami musim penuh warna-warni. Dicerca bak tersangka di awal musim ketika the young guns terseok-seok, dan bahkan sebagian tega memprediksi Arsenal akan degradasi sekaligus menjadi titik akhir karirnya di Arsenal karena kekalahan demi kekalahan memalukan yang diterima timnya, namun 10 partai jelang penghabisan liga, namanya kembali melambung usai membawa Arsenal kembali ke titah top four klub premiership, meski masih saja bersatus nihil gelar sampai akhir musim, bila bisa melampaui musuh bebuyutan spurs di peringkat tiga dan mendapatkan tiket liga champions, fans akan merasa lega.
Bagi fans Arsenal, Arsene Wenger tahun belakangan memang selalu berdiri di atas garis batas cinta dan benci, sungguh jengkel melihat prinsip-nya yang kekeuh membangun tim dengan anak-anak muda di dalamnya, namun jua enggan melepasnya pergi lantaran sederet prestasi yang pernah diberikanya kepada klub dan jiwa cara kepelatihannya yang melekat pada permainan anak-anak Arsenal tak akan terganti. bagi saya sang profesor mungkin terlihat macet memberikan gelar untuk Arsenal beberapa tahun belakangan ini, tapi tak bisa dipungkiri bahwa ia tak pernah macet mengorbitkan talenta-talenta pemain berbakat sekaligus, bahkan kemudian mereka menjadi legenda bagi Arsenal dan pemain papan atas bagi dunia. Sebut saja Henry, Fabregas, Van Persie, dan sederet nama-nama seperti Walcott, Wilshere yang akan menyusul dibelakangnya. Melihat fakta tersebut, jelas sang profesor belum habis, otak dan instingnya masih tajam, bahwa pengharapan akan raihan gelar akan terbayar di musim-musim berikutnya, bukanlah suatu hal yang sia-sia. Profesor hanya butuh sebuah waktu yang tepat.
Angan saya terbang melayang menuju pinggiran bench Arsenal di stadion Emirates, menggelitik membayangkan sang profesor AW dengan penuh penghayatan layaknya suporter bola bernyanyi lantang..
"Iwak peyek.. iwak peyek.. iwak peyek.. nasi sambal.. sampek elek.. sampek tuwek.. sampek matek.. nglatih Arsenal.."
- In Arsene We Trust -
Ditulis saat nonton latihan Persis Solo dan "sedikit" terilhami oleh aksi pelatih kiper Persis yang terlihat berjalan dari lorong menuju lapangan sambil bersenandung lagu "iwak peyek" - 19 Maret 2012 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salurkan Cemoohan Anda